"Keribetan" Berlanjut ke Urusan Izin Pertandingan

Sumber Kompas Sebutan boleh berbeda, isinya tetap sama. Itu kalimat yang rasanya tepat untuk menggambarkan perubahan nama liga sepak bola kita, dari sebelumnya "Liga Djarum" menjadi "Djarum Liga Super Indonesia 2008." Namanya boleh dibumbui kata "super." Namun, yang terjadi tetap gelaran liga yang sarat problem, mulai dari klub-klub yang miskin karena benar-benar hanya bergantung pada pendanaan APBD, anarkhisme suporter, sampai yang terkini: izin pertandingan. Senin (28/8), laga Persija Jakarta versus PersitaTangerang yang dijadwalkan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, terpaksa batal. Pasalnya, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya tidak memberikan izin keramaian kepada Persija. Polisi enggan memberi izin karena dinyatakan ada kerawanan bentrok antar suporter, dan itu berkaca kepada pengalaman perilaku anarkhis suporter Persija di Stadion Lebak Bulus, GBK, dan juga di Stadion Benteng, Tangerang. Ada masukan yang perlu dipertimbangkan Polda Metro maupun Persija. Bagi Polda, ancaman bentrok sesederhana apapun tak akan mampu mereka atasi, jika pengamanan laga tetap dilakukan secara konservatif. Mengapa konservatif? Sebutan itu layak ditudingkan ke polisi karena pengamanan selama ini hanya berorientasi ke dalam lapangan. Singkatnya, hanya menyiagakan polisi di sekeliling lapangan. Padahal, jika dicermati, potensi keributan antar suporter atau perilaku anarkhisme, bersumber dari tribune penonton (terutama yang "dihuni" suporter klub tuan rumah). Seharusnya, polisi menyiagakan sejumlah petugas juga di seputaran tribun, yang sewaktu-waktu mereka bisa meminta bala bantuan di tribun yang berpotensi menyebabkan kericuhan. Bagi Persija, ini peristiwa ini bisa menjadi bahan introspeksi penting agar mereka serius membenahi perilaku suporter. Direktur Umum PT Persija Jaya, Bambang Sutjipto menuturkan, ia sudah sering mengadakan forum silaturahmi suporter untuk menyosialisasikan ide-ide anti kekerasan dan urgensi sportivitas. Namun, itu belum cukup. Perlu dipertanyakan, sejauh mana jangkauan forum-forum itu? Jika hanya di seputar koordinator lapangan (korlap) "Jakmania", maka jelas itu kurang maksimal. Sebab, sejauh ini, yang sering menjadi biang keributan adalah massa "Jakmania" di tataran terbawah. Merekalah yang kerap melempar botol minuman berisi air kotor ke tribun di bawahnya, atau mencegat mobil bak terbuka di jalan-jalan protokol, sehingga meresahkan pengguna jalan lain.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com