Tujuh Kata Kunci Joachim Loew

Pelatih Jerman Joachim Loew menyimpulkan kunci kemenangan yang meloloskan Jerman ke semifinal. ”Saat melawan Portugal, kami menerapkan struktur, organisasi, dan disiplin yang kuat. Kami tampil berani dan memainkan berbagai kombinasi yang bagus,” katanya.

Semua keampuhan yang membuat kami sukses pada masa lalu telah berhasil kami terapkan malam ini,” ujarnya seusai partai perempat final. Ada tujuh kata kunci dari kalimat Loew: struktur, organisasi, disiplin kuat, keberanian, kombinasi bagus, sukses masa lalu, dan keberhasilan saat ini. Resep serba tujuh yang menopang prestasi ”die Mannschaft” (tim nasional) itu boleh jadi sejajar dengan formula sukses bisnis ala Stephen Covey yang terkenal dan dituangkan ke dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People.

Sepak bola Jerman memiliki struktur kuat karena keseragaman system of play yang diterapkan sejak usia dini ke Bundesliga. Jika struktur dirécoki, seperti yang pernah dilakukan sebagian pemain bintang ”FC Hollywood” (baca Bayern Muenchen) yang bergelimang gosip daripada prestasi, struktur pun kolaps. Dulu Bayern sarang pemain nasional, mulai generasi Franz Beckenbauer, Karl-Heinz Rummenigge, sampai Juergen Klinsmann.

Fenomena FC Hollywood merusak tradisi itu, antara lain akibat temperamen pemain yang sékringnya mudah putus seperti Oliver Kahn.

Bayern disesaki legiun asing macam Giovane Elber (Brasil), Owen Hargreaves (Inggris), Bixente Lizarazu (Perancis), dan Roque Santa Cruz (Paraguay). Prestasinya sebagai klub langganan juara Liga Champions pudar sampai kini, top scorer- nya Luca Toni (Italia). Untung masih ada Lukas Podolski.

Struktur jadi hebat berkat roda organisasi yang berjalan efektif karena setiap individu bersikap solider, menaati hierarki, dan menghormati aturan. Kanselir Angela Merkel yang menghadiri latihan ikut memompa semangat. ”Ia minta saya tak mengulangi kesalahan dan main seperti sedia kala. Saya mengikuti nasihatnya,” ujar Bastian ”Schweini” Schweinsteiger.

Semangat tiap pemain terpacu untuk tampil sebaik-baiknya demi Loew yang dilarang duduk di bangku cadangan. Hukuman itu tak masuk akal sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan perlakuan terhadap Loew yang menumbuhkan solidaritas. Rasa solidaritas ini, ditambah mentalitas staying power (pantang menyerah) ciri khas tim Panser, melipatgandakan disiplin.

Kata kunci keempat adalah keberanian Ballack dan kawan- kawan yang bermain lebih lepas dibandingkan tiga partai sebelumnya. Grafik masih labil sebab setelah menang atas Polandia, Jerman ditaklukkan Kroasia, menang ”bola mati” atas Austria, dan menjungkalkan Portugal. Ballack didorong lebih ke depan agar lebih bebas, Schweini dan Podolski makin tajam, dan lini belakang pun nyaris sempurna.

Jika Ballack bertindak sebagai playmaker yang punya daya jelajah leluasa, otomatis kombinasi-kombinasi serangan lebih beragam—kata kunci kelima. Setpieces ala Jerman makin penuh muslihat karena Loew tahu leher dia akan digorok kalau Jerman tersingkir lagi di babak penyisihan grup untuk ketiga kalinya berturut-turut. Bayangkan, setelah menjadi juara 1996, die Mannschaft gagal menang di enam partai penyisihan grup tahun 2000 dan 2004!

Penyakit absen sejarah

Loew, Ballack, pemain-pemain lain, bahkan Presiden DFB (Deutscher Fussball Bund) Theo Zwanziger dan Beckenbauer mafhum bahwa sepak bola salah satu ekspor andalan. Itu sebabnya, klub Bayern dan Dortmund berkunjung ke Jakarta belum lama ini karena makin jatuh mérek di Asia dibandingkan klub-klub sohor Inggris. Jerman satu-satunya juara Euro tiga kali dan tiga kali pula jadi ”die Weltmeister” (juara Piala Dunia).

Kejayaan sejarah masa lalu, yang merupakan kata kunci keenam, merupakan harga mati bagi bangsa Jerman. Mengapa? Sebab, berhubung keterbatasan memori manusia, mereka justru dianggap sebagai bangsa yang tak punya masa lalu. Dan, penyakit absen sejarah ini berawal dari petualangan Adolf Hitler.

Seperti halnya Jepang, bangsa Jerman sejak era pasca-Perang Dunia II ibaratnya menyapu sampah sejarah ke bawah karpet. Bangsanya terpecah di Barat dan Timur, tertutup, serta enggan menunjukkan rasa nasionalisme yang fanatik karena bisa dituduh Neo-Nazi. Gambaran itu tampak dari sosok dua pemain die Mannschaft terkenal, yakni Fritz Walter sang kapten juara dunia 1954 dan Ballack.

Walter pribadi serius yang terbeban sejarah kelam Nazi. Ia kaku, spartan, dan enggan jadi pesohor. Ballack tak suka masa lalunya di Jerman Timur yang komunis disorot. Rata-rata pemain nasional menghindari hiruk-pikuk ala David Beckham— kecuali Beckenbauer sang playboy atau Kahn yang flamboyan.

Gerd Mueller sempat mengalami gangguan jiwa gara-gara ngetop. Paul Breitner memprotes sterilisasi sejarah dengan menjadi Marxis. Klinsmann lebih suka angin pantai di California, AS, daripada mengurus bisnis roti di Stuttgart. Tak sedikit pemain top memilih pindah ke Liga Spanyol atau Italia daripada berkutat di Bundesliga yang kaku dan puritan.

Seperti halnya Jepang, satu-satunya pengalih perhatian sejarah yang produktif adalah teknologi. Jika Jepang penemu mobil hemat, Jerman punya Mercedes-Benz dan BMW, ”The Beatles dan Rolling Stones” (mobil nomor satu dan dua) dunia. Pemain die Mannschaft tidak cuma Mercedes atau BMW, tetapi juga Porsche, Audi, Opel, bahkan Volkswagen.

Teknologi unggul. Itulah yang jadi bukti nyata keampuhan kata kunci ketujuh Loew, keberhasilan saat ini. Nah, senjata rahasia tujuh kata kunci ala Loew telah disiapkan. Dua langkah lagi sang Panser tak mustahil mencetak rekor baru: juara Euro untuk keempat kalinya. Pertanyaannya, apakah Anda masih ragu?
tulisan ini dibuat oleh Budiarto Shambazy

source

Template by : kendhin x-template.blogspot.com